
naraga.id – Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) melakukan penyegelan terhadap aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di kawasan Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB). Tindakan ini merupakan langkah tegas pemerintah dalam menertibkan kegiatan tambang ilegal yang berpotensi merusak lingkungan dan kawasan konservasi.
Langkah pengamanan dilakukan dengan memasang papan peringatan di area Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Prabu serta menyiapkan tahapan penegakan hukum bersama aparat kepolisian. Selain itu, Gakkumhut juga memperkuat koordinasi dengan instansi pertambangan dan pemerintah daerah, terutama untuk wilayah di luar kawasan hutan atau Areal Penggunaan Lain (APL), agar penanganan lintas sektor dapat dilakukan secara efektif.
Tim Balai Gakkumhut Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) sebelumnya meninjau lokasi pada Minggu (25/10/2025). Dari hasil pemeriksaan awal, ditemukan aktivitas penambangan rakyat di lahan APL seluas sekitar empat hektare yang berbatasan langsung dengan TWA Gunung Prabu di Desa Prabu, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, sekitar 11 kilometer dari Sirkuit Mandalika.
Di dalam kawasan TWA sendiri, petugas mendapati tiga lubang bekas tambang yang telah ditinggalkan tanpa adanya kegiatan aktif. Aktivitas serupa sempat ditertibkan oleh Ditjen Gakkumhut bersama BKSDA NTB dan Polda NTB pada tahun 2018.
“Sejak penindakan sebelumnya, kami terus melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat sekitar. Namun, belakangan ditemukan kembali indikasi kegiatan PETI di beberapa titik, termasuk di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat,” kata Kepala Balai Gakkumhut Jabalnusra, Aswin Bangun, Selasa (28/10/2025).
Aswin menegaskan, pihaknya kini tengah menyiapkan langkah hukum lanjutan serta memperkuat sinergi antarinstansi untuk memastikan penertiban berjalan tuntas. Ia juga menyoroti perlunya kerja sama semua pihak agar aktivitas pertambangan ilegal tidak terus berulang.
“Meski operasi penertiban sudah dilakukan beberapa kali, praktik tambang ilegal masih muncul kembali. Karena itu, perlu kolaborasi dan pengawasan bersama agar tidak menimbulkan kerugian negara maupun kerusakan ekosistem,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Gakkum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menyampaikan apresiasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dukungannya dalam mengungkap praktik pertambangan ilegal di kawasan hutan.
“Pertambangan tanpa izin adalah pelanggaran serius, apalagi jika terjadi di wilayah konservasi. Kami akan menggunakan seluruh instrumen hukum — administratif, perdata, maupun pidana — untuk menindak pelaku,” tegas Dwi.
Ia menambahkan bahwa pelaku PETI diwajibkan menghentikan aktivitas, melakukan pemulihan lingkungan, serta bertanggung jawab atas seluruh kerusakan yang ditimbulkan. Untuk wilayah APL, Kementerian juga memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah agar penanganan dilakukan secara menyeluruh mulai dari penertiban, perizinan, hingga rehabilitasi lahan.
Tinggalkan Balasan