naraga.id – Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, memberikan dukungan atas keputusan Presiden Prabowo Subianto yang membatalkan izin pertambangan di gugus pulau Raja Ampat, Selasa (10/6/2025).
Menurut Rieke, sebagai negara maritim, Indonesia tidak dapat memandang gugus pulau hanya sebagai tempat eksploitasi sumber daya mineral. Pulau-pulau kecil tersebut memiliki peran penting yang jauh melampaui nilai ekonomis semata.
Rieke menjelaskan bahwa gugus pulau, termasuk pulau-pulau kecil, merupakan benteng pertahanan dan keamanan nasional. Konsep pertahanan rakyat semesta mencerminkan hubungan sinergis antara masyarakat dan alam dalam menjaga kedaulatan wilayah negara.
“Pulau-pulau kecil bukanlah wilayah kosong tanpa makna. Mereka adalah ruang hidup yang menjadi pusat aktivitas ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang tak terpisahkan dari sejarah dan sosiologi Indonesia,” ujarnya dalam keterangan pers.
Sebagai mantan prajurit TNI, Rieke yakin Presiden Prabowo sangat mengerti betul pentingnya gugus pulau untuk pertahanan dan keamanan negara.
Namun, Rieke mempertanyakan apakah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral serta Menteri Lingkungan Hidup juga memiliki pemahaman yang sama.
“Saya ingin mengingatkan bahwa sumpah jabatan bukan hanya diucapkan oleh Presiden dan anggota DPR, tetapi juga oleh para menteri sebagai pembantu Presiden,” katanya.
Ia menegaskan bahwa sumpah tersebut mengandung janji setia pada Undang-Undang Dasar 1945 dan komitmen menjalankan seluruh peraturan perundang-undangan demi pengabdian kepada bangsa dan negara.
Politisi PDI Perjuangan ini mengingatkan pejabat negara agar tidak melupakan sumpah jabatannya dan tidak mengabaikan amanah yang diemban.
“Gerakan ‘Save Raja Ampat’ bukan sekadar upaya melindungi lima pulau kecil, melainkan juga perjuangan untuk menjaga konstitusi dan keutuhan NKRI,” ungkapnya.
Rieke juga optimis bahwa pembatalan izin tambang Raja Ampat akan ditindaklanjuti dengan langkah konkret dari Presiden Prabowo, yaitu memerintahkan BUMN dan swasta terkait untuk bertanggung jawab melakukan pemulihan lingkungan di lokasi bekas tambang nikel.
Selain Raja Ampat, Rieke menyoroti kondisi empat pulau di Aceh—Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang—yang memiliki potensi sumber daya mineral dan tengah menjadi fokus perlindungan lingkungan.
Menurutnya, upaya eksploitasi yang dilakukan dengan dalih meningkatkan pendapatan daerah merupakan tindakan yang mengecewakan, apalagi jika pejabat menggunakan jabatan sebagai jalan cepat meraup keuntungan pribadi.
Rieke yakin masyarakat Indonesia akan mendukung penuh Presiden Prabowo dalam mengevaluasi seluruh izin tambang di gugus pulau, khususnya pulau-pulau kecil yang diatur dalam Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan luas maksimal 2000 km² beserta ekosistemnya.
Ia juga mengutip putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU/XXI/2023 yang secara tegas melarang penambangan mineral di pulau-pulau kecil.
“Sudah saatnya negara bertindak tegas terhadap praktik pertambangan di pulau kecil berdasarkan kajian hukum yang ketat dan dengan perspektif kesetiaan pada UUD 1945 serta peraturan perundang-undangan,” jelas Rieke.
Rieke memberikan beberapa catatan penting terkait tambang di pulau kecil. Pertama, kegiatan pertambangan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan aturan hukum lainnya.
Kedua, izin usaha pertambangan yang sudah dikeluarkan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah dianggap cacat hukum karena bertentangan dengan undang-undang dan putusan MK.
Ketiga, jika ada pejabat yang tetap mempertahankan tambang mineral di pulau kecil, maka mereka dianggap melawan Presiden dan mengkhianati konstitusi.
Sebagai rekomendasi, Rieke mendukung langkah Presiden Prabowo untuk menyelamatkan gugus pulau NKRI dengan mengevaluasi dan membatalkan semua izin pertambangan di pulau kecil, serta menindak tegas sindikat mafia izin usaha pertambangan tanpa pandang bulu, termasuk dari lingkup pemerintah pusat maupun daerah.
Tinggalkan Balasan