naraga.id – Draf revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai mekanisme Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota legislatif mendapat sorotan dari sejumlah kalangan, terutama terkait komitmen terhadap keterwakilan perempuan.
Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Anissa Alfat, menyatakan bahwa meskipun rancangan PKPU tersebut memuat ketentuan afirmatif untuk caleg perempuan, substansinya belum cukup kuat untuk menjamin keterwakilan yang adil.
“Selama partai politik masih memiliki celah untuk menentukan siapa yang menggantikan tanpa pembatasan ketat, potensi mengabaikan perempuan tetap terbuka. Padahal ada banyak kasus di mana caleg perempuan berada di posisi yang secara suara layak menggantikan, tapi partai memilih caleg laki-laki,” ujar Anissa saat diwawancarai oleh PRO3 RRI, Rabu (25/6/2025).
Ia juga mengkritisi aturan dalam draf PKPU yang mengutamakan caleg perempuan hanya jika suara mereka setara dengan caleg laki-laki. Menurutnya, klausul tersebut sulit untuk diterapkan secara objektif, terutama karena keterbatasan akses publik terhadap data suara hingga ke level Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Jika dasar afirmasi adalah suara yang sama di tingkat TPS, lalu bagaimana publik bisa mengakses data itu secara rinci? Realitanya, data suara detail tersebut tidak selalu tersedia secara terbuka,” jelasnya.
Sebagai alternatif, Anissa mendorong agar regulasi PAW mengedepankan calon perempuan di partai yang belum memenuhi ambang batas keterwakilan 30 persen di lembaga legislatif. Langkah itu, menurutnya, bisa menjadi terobosan nyata dalam mendukung afirmasi gender.
“Jika sebuah partai belum memenuhi keterwakilan perempuan sebesar 30 persen, seharusnya caleg perempuan yang diprioritaskan untuk menggantikan. Ini akan memberi dorongan nyata pada penguatan peran perempuan, bukan hanya sekadar simbolik dalam aturan,” tegas Anissa.
Sejauh ini, KPU masih memproses penyempurnaan draf PKPU tersebut. Publik dan pemangku kepentingan menunggu agar beleid yang baru nantinya benar-benar mampu menjawab persoalan ketimpangan representasi gender di parlemen.
Tinggalkan Balasan