naraga.id — Pemerintah Amerika Serikat secara resmi mencabut izin Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa internasional. Kebijakan ini diumumkan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) pada Kamis (22/3/2025), dan langsung menuai reaksi keras dari pihak universitas.
Keputusan ini didasarkan pada tuduhan bahwa Harvard telah gagal memenuhi permintaan informasi dari pemerintah serta dianggap menciptakan lingkungan kampus yang tidak aman dan diskriminatif, khususnya terhadap mahasiswa Yahudi. Menteri Keamanan Dalam Negeri, Kristi Noem, menyatakan pencabutan sertifikasi Student and Exchange Visitor Information System (SEVIS) Harvard berlaku efektif segera.
“Kemampuan untuk menerima mahasiswa asing adalah sebuah hak istimewa, bukan hak mutlak,” ujar Noem dalam pernyataan tertulisnya.
“Harvard telah gagal memenuhi kewajibannya kepada pemerintah dan telah mempertahankan kebijakan serta lingkungan yang dinilai berbahaya, termasuk dugaan dukungan terhadap kelompok ekstremis dan implementasi program ‘diversitas, kesetaraan, dan inklusi’ yang kami nilai tidak adil dan memecah belah.”
Menurut Noem, Harvard juga dituduh tidak kooperatif dalam menyerahkan data penting terkait aktivitas mahasiswa asing yang terlibat dalam aksi protes di kampus. Sebagai syarat untuk memulihkan statusnya, universitas diminta menyerahkan dokumen lengkap mahasiswa internasional dalam waktu 72 jam, termasuk catatan aktivitas, rekaman video, atau audio yang relevan.
Pemerintah menyebut langkah ini sebagai sinyal peringatan kepada institusi pendidikan lainnya di AS agar lebih terbuka dan bertanggung jawab.
“Kami akan memastikan bahwa lembaga pendidikan tidak menjadi tempat berkembangnya ideologi berbahaya yang mengancam nilai-nilai Amerika,” tambah Noem.
Respons dari Harvard
Menanggapi kebijakan tersebut, Universitas Harvard menolak seluruh tuduhan yang dialamatkan kepada mereka. Dalam pernyataan resmi, pihak universitas menyebut pencabutan izin ini sebagai tindakan yang melanggar hukum dan berpotensi merusak reputasi pendidikan tinggi AS di mata dunia.
“Langkah ini merupakan serangan terhadap integritas institusi akademik dan akan berdampak serius pada ribuan mahasiswa, dosen, serta kerja sama riset internasional,” tulis pernyataan Harvard.
“Kami tetap berkomitmen untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, aman, dan mendukung kebebasan akademik.”
Universitas yang berdiri sejak tahun 1636 ini dikenal sebagai salah satu institusi pendidikan paling prestisius di dunia, dengan lebih dari 6.800 mahasiswa internasional terdaftar pada tahun ajaran 2024/2025. Sertifikasi SEVIS memungkinkan Harvard untuk mensponsori visa pelajar asing yang ingin menempuh studi di AS.
Situasi ini memicu kekhawatiran dari banyak kalangan akademik internasional, yang menilai bahwa tindakan pemerintah AS dapat menciptakan preseden berbahaya dan memperburuk iklim pendidikan global di tengah meningkatnya tensi geopolitik dan isu kebebasan berpendapat di kampus.
Tinggalkan Balasan