naraga.id – Bayangkan sebuah desa pegunungan yang dikelilingi aroma khas tanaman kopi. Setiap pagi, petani dengan tekun memetik biji terbaik dari pohon-pohon kopi mereka. Sayangnya, sebagian besar dari mereka hanya menjual biji mentah, tanpa sempat mengolahnya lebih lanjut. Padahal, bila biji kopi itu disangrai, digiling, dan dikemas dengan menarik, nilainya bisa meningkat drastis—bahkan hingga enam kali lipat.
Inilah potensi besar yang kerap tidak dimaksimalkan: menciptakan nilai tambah dari produk pertanian lokal. Dengan strategi yang tepat, produk UMKM tidak hanya memiliki tempat di pasar domestik, tetapi juga mampu menembus pasar internasional—menciptakan lapangan kerja, menambah devisa negara, dan yang paling penting, memperbaiki taraf hidup petani.
Berikut ini pendekatan strategis dan menyeluruh yang bisa diterapkan:
Langkah awal adalah memahami alur rantai nilai komoditas dari hulu ke hilir.
Contoh: Komoditas Kopi
Hulu: Biji mentah (green beans)
Tengah: Produk antara seperti kopi sangrai, bubuk, atau kopi kapsul
Hilir: Produk jadi yang siap dijual dan diekspor, dalam kemasan menarik
📌 Catatan penting: Kopi yang sudah diolah bisa dijual dengan harga 3–6 kali lebih tinggi daripada biji mentah.
➡ Artinya, jika proses pengolahan dilakukan di dalam negeri, manfaat ekonominya akan langsung dinikmati oleh pelaku lokal.
Gunakan pendekatan dua jalur:
Sebagian besar hasil panen dapat diekspor secara langsung, untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendek dan memanfaatkan harga global.
Sebagian lainnya diolah secara lokal guna menciptakan nilai tambah, membangun merek lokal, dan menyerap tenaga kerja.
📈 Proporsi bisa disesuaikan berdasarkan:
Fluktuasi harga pasar global
Kapasitas produksi UMKM
Permintaan konsumen di pasar lokal dan ekspor
Jangan hanya mengandalkan perasaan atau kebiasaan. Gunakan indikator berbasis data:
A. Harga Komoditas Dunia
Pantau lewat situs seperti FAO, Bloomberg, atau Index Mundi.
➡ Jika harga biji mentah naik, maksimalkan ekspor.
B. Margin Keuntungan Produk Olahan
Gunakan rumus:
(Harga jual – Total biaya) ÷ Harga jual
➡ Jika margin tinggi, fokus pada pengolahan lokal.
C. Efisiensi Distribusi dan Produksi
Tentukan apakah jalur distribusi dan infrastruktur mendukung pengolahan lokal.
Model rantai suplai seperti SCOR bisa membantu memetakannya.
A. Digitalisasi Koperasi
Manfaatkan aplikasi untuk melacak stok, produksi, distribusi, dan permintaan pasar secara real-time.
B. Bangun Kemitraan
Jalin kerjasama dengan pembeli besar (offtaker) domestik maupun luar negeri.
Masuk ke platform ekspor seperti Amazon, Alibaba, atau TradeMap.
C. Klaster Industri
Bangun pusat pengolahan di daerah produksi untuk menekan biaya logistik dan membangun ekosistem industri berbasis komoditas.
Agar hilirisasi berjalan, peran negara sangat penting:
Pajak: Berikan insentif untuk produk bernilai tambah.
Pembiayaan: Akses ke dana bergulir, seperti KUR, PEN, atau LPDB.
Kemitraan: Libatkan BUMN atau diaspora dalam riset dan penetrasi pasar luar negeri.
Asumsi:
Harga biji kopi dunia: $3/kg
Harga kopi olahan lokal: $12/kg
Biaya produksi & distribusi: $6/kg
Margin: 30%
➡ Strategi optimal:
50% ekspor biji mentah untuk memanfaatkan harga global
50% pengolahan lokal untuk menciptakan lapangan kerja dan nilai ekonomi di dalam negeri
Gunakan sistem pemantauan digital untuk:
Melacak data produksi, stok, dan distribusi
Memantau tren harga dunia
Menyesuaikan strategi secara periodik, baik bulanan maupun kuartalan
Ini bukan sekadar strategi bisnis. Ini adalah upaya membangun masa depan ekonomi berbasis kerakyatan.
Satu biji kopi bisa menjadi titik awal keluar dari kemiskinan. Satu produk olahan bisa menciptakan identitas ekonomi bangsa. Ketika UMKM dibina untuk naik kelas, maka Indonesia tidak hanya tumbuh, tetapi berdiri tegak sebagai pemain penting dalam ekonomi global.
🌱 Karena sejatinya, membangun negeri bisa dimulai dari menggiling kopi dengan tangan sendiri—dan menjualnya ke seluruh dunia.
(Oleh: Dede Farhan Aulawi)
Tinggalkan Balasan