Melania dalam Sepanjang Ingatan

By 4 jam lalu 7 menit membaca

naraga.id – Mengenal koperasi itu sudah dari sejak pelajaran sekolah. Tambah mengerti lagi dari semua bacaan dan berita. Jadi, koperasi itu bagi saya bukan hal baru. Bahkan ketika masih sekolah, dalam satu jenjangnya, semua muridnya wajib ikut koperasi sekolah, yaitu semacam bank kecil dimana semua muridnya bisa menabung berapa pun. Keluarga pun ikut koperasi sejenis dengan tujuan sama.

Dalam perjalanan ke depannya, koperasi dikenal juga sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan tujuan menyejahterakan anggotanya.

Koperasi berdasarkan asas kekeluargaan dan prinsip ekonomi kerakyatan. Maka, `sekira ada sesuatu tentu diharapkan adanya kekeluargaan didahulukan dengan mengutamakan ekonomi kerakyatan. Secara bahasa mudahnya, koperasi juga diharapkan bisa menjadi tempat saling bantu antar anggotanya dan bertanggungjawab juga atasnya.

Dari pengetahuan yang sempat saya kenal itu, maka ketika seorang rekan mengajak bergabung di Koperasi Simpan Pinjam atau (CU) “Melania” Credit Union, saya tergerak untuk bergabung.

O ya, salah satu hal penting dalam sebuah koperasi apalagi bersifat simpan pinjam adalah rasa percaya atau trust antar anggota dan semua unsur yang terlibat di dalamnya. Bisa dibilang, saya mau bergabung di sana karena rasa percaya saya kepada semua unsur yang ada di dalamnya. Walau saya tidak bisa terlalu lebih dalam terlibat, tapi dari laporan tiap tahunnya, keterlibatan para anggota serta hasil dari asset yang ada beserta pertanggungjawaban para pengurus dan menejemen, rasa percaya itu tetap ada.

Keterbukaan serta kedekatan para pengurus dan jajaran menejemen juga saya rasakan di luar urusan kantor CU. Tidak jarang saya melihat sendiri kedekatan itu seperti keluarga yang saling mendukung satu sama lain.

Jika ada hal yang janggal atau perlu penjelasan, selama yang saya tahu dan rasakan, langsung ditangani dengan baik. Bahkan di luar jam kerja, sekira memungkinkan mereka mau turun tangan.

CU Melania sendiri berdiri sudah lama. Berawal dari sebuah pelayanan untuk umat di Gereja Katolik Melania, Bandung. Pelayanan yang memang untuk membantu umat Melania, berkembang menjadi pelayanan banyak masyarakat sekitar. Lama-lama bahkan yang di luar wilayah Melania, banyak tertarik ikut.

Alasannya?

Salah satunya adalah seperti yang saya tuliskan di atas. Apalagi kebanyakan anggotanya adalah mereka yang bukan dari golongan ekonomi mapan. Selain belajar menaati kewajiban mereka sebagai anggota koperasi simpan pinjam, para anggota juga bisa menikmati haknya sebagai anggota.

Masa berlalu. Dinamika yang terjadi pun mengikuti kebutuhan dan zaman. Selain mendapat banyak anggota, CU Melania juga semakin dikenal bahkan dijadikan contoh bagi koperasi sejenis lainnya Bahkan secara posisi pernah menempati yang terbaik di Jawa Barat.

Sebuah prestasi yang membuat kami sebagai anggota, makin percaya dan menaruh harapan banyak kepada koperasi ini.

Ada satu masa yang dampaknya bisa terjadi kepada siapa dan dimana saja. Masa itu adalah ketika covid-19 menyerang dunia. Kehidupan yang semula bisa dibilang baik-baik saja, mulai tergerus karena virus mematikan ini. Usaha banyak orang yang semula mungkin sukses dan berkembang, mengalami kemunduran dan bahkan berhenti. Tidak bisa beroperasi lagi.

Demikian juga dengan koperasi simpan pinjam Melania. Dampak yang terjadi kepada CU satu ini tidak main-main, baik secara non-material. Apalagi material. Pergeseran kepentingan yang berpengaruh pada pola pikir juga mulai terasa.

Tidak salah jika banyak anggota yang mulai berpikir lebih kepada diri sendiri sebab memang membutuhkan. Tidak salah juga mulai berpikir untuk menarik harta milik di koperasi demi meneruskan hidup. Tapi, dari sini mulai muncul hal-hal baru yang bagi saya juga menjadi pemikiran ulang dari koperasi yang dulu sekali saya pernah tahu.

Bisa jadi apa yang saya tulis di sini, sebatas apa yang ada di kepala saya sendiri dan rentang waktu saya menjadi anggota MCU. Yang tercatat di kepala adalah saat kepengurusan berulang yang ternyata ada orang yang sama. Alasannya sebab tidak ada yang mau mencalonkan diri, maka maju dan terpilih lagi. Bisa jadi karena kemampuan dan kepercayaan dari pihak luar sehingga saat terpilih lagi, tidak ada yang meragu. Bisa pula ada agenda tertentu yang mungkin tidak semua bisa tahu atau mengerti.

Kemungkinan terakhir ini yang saya rasa belakangan menjadi bola panas sebab sebagai manusia biasa, godaa segala macam dari sebuah jabatan itu bisa membuahkan agenda-agenda yang kadang yang bisa ditebak orang lain. Dampaknya, ketika kepengurusan benar-benar orang baru, mereka seperti mengeja apa saja yang bisa dan boleh dilanjutkan atau tidak. Sementara zaman mungkin menuntut hal lain atau bahkan baru sama sekali.

Dari pihak manajemen, saya melihat ada seperti one man show. Pernah saya dengar sebab tenaga yang ada belum sepenuhnya mengerti tentang koperasi. Dan, pengenalan lebih jauh tentang koperasi itu butuh waktu. Sementara kondisi pasca covid seringkali membuat banyak hal harus segera. Semua ingin diburu-buru dengan tenaga yang tidak memadai.

Peran serta anggota juga kadang terlihat semangat. Kadang tidak. Terutama saat menjalankan kewajibannya, dalam hal ini membayar hutang yang nilainya bisa jadi mulai membengkak sebab tidak dibayarkan sekian lama. Lagi-lagi covid menjadi biang kerok dan kambing hitam. Plus, petugas penagih yang tidak saja kurang, tetapi seperti dimanfaatkan dari kata kekeluargaan yang selama ini masih dipegang.

Lalu, dengan semua niat baik dan latar belakang yang bisa juga diandalkan muncul generasi baru untuk menjadi pengurus yang mau mengurus MCU agat lebih baik dan lancar dalam segala sisi. Tentu didukung banyak pihak termasuk pihak yang bertanggungjawab untuk semua koperasi simpan pinjam yang ada di Jawa Barat dan di Indonesia.

Namun, lagi-lagi konflik kepentingan sedikit banyak mempengaruhi proses menjadikan MCU menjadi lebih baik. Antara waktu, tenaga dan ego bercampur menjadi kondisi yang malah meribetkan.

Ada satu masa, secara pribadi saya sudah gedek kalau kata anak-anak. Sudah malas, nggak berniat bahkan nggak mau tahu atau pasrah duit saya di sana entah bagaimana (walau sesungguhnya saya sangat butuh). Bahkan ketika muncul ada banyak tandingan sana sini yang membuat singkatan-singkatan entahlah, lalu ada demo atau protes di kantor pusat atau rumah pribadi, mencoba mengambil asset yang ada, memperkarakan ke pihak berwajib, pertemuan-pertemuan rahasia, kubu sana sini dan lain-lain.

Sebenarnya ada apa sih?

Masalah yang awalnya hampir ketahuan dan bisa diselesaikan dengan baik selama semua mau saling dukung, mengerti dan percaya seperti karet. Melar kemana-mana. Malah pihak lain yang mungkin awalnya tidak terlalu tahu atau bahkan tidak tahu, jadi tahu. Seperti pihak Keuskupan Bandung dan masyarakat lain yang membaca dari media sosial pribadi atau media umum. Jadilah terbuka yang selama ini hanya untuk konsumsi interen. Ditambah dengan segala bumbu yang makin sip menjadi gosip.

Memang saya termasuk anggota pasif. Mengikuti semua yang terjadi juga tidak sepenuhnya. Tetapi, sungguh, saya sangat prihatin dengan semua kondisi ini.

Saya prihatin dengan banyak anggota yang belum tahu betul apa itu koperasi sehingga mungkin terjadi mispersepsi termasuk juga yang akhirnya terlantar sebab kepentingannya jadi terhambat (terutama para anggota yang sepuh-sepuh). Saya prihatin kepada pengurus yang bikin gemas sebab maju kena mundur kena juga. Saya prihatin kepada pihak manajemen yang nasibnya juga terlantar bahkan ada yang cemas-cemas harap sebab asset pribadinya ikut dijadikan jaminan. Saya prihatin kepada pihak yang lebih berwenang yang tidak memberi solusi cepat dan efektif.

Tapi, kalau cuma prihatin saja, MCU yang begini-begini saja. Tidak ada perkembangan berarti selain pembicaraan di dalam grup, termasuk semua caci maki dan tumpahan emosi anggotanya.

Lalu gimana?

Sekira pilar koperasi itu masih ada (Kerja Sama Tim, Pemberdayaan yang Bertanggung Jawab, Demokrasi, dan Kepemimpinan Strategis), mengapa kita tidak kembali membuka hati, kepala dan pikiran dengan mengenyampingkan ego yang mungkin sudah lama tertanam supaya ada penyelesaian? Termasuk juga berani menampilkan diri dan bertanggungjawab atas apa yang pernah terjadi.

“Ah, kan sudah pernah. Hasilnya sama saja dan malah sia-sia!!”

Kalau sudah ada kalimat itu, repot juga. Keinginan untuk menjadikan MCU membaik seperti menjauh, susah dijangkau. Sementara di luar sana, kita tidak pernah tahu juga, apakah ada yang memanfaatkan kondisi yang riweuh di MCU ini untuk kepentingannya. Atau, dengan pendirian koperasi-koperasi di Indonesia dengan dukungan pemerintah.

Lalu, MCU harus bagaimana?

 

(seorang anggota MCU yang prihatin lahir batin)

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Melania dalam Sepanjang Ingatan - Ruang Wawasan Cerdas | naraga.id
Menu
Cari
Bagikan
Lainnya
0%