Indonesia Mainkan Strategi Catur Diplomasi Hadapi BRICS dan CEPA-UE

By 5 jam lalu 3 menit membaca

naraga.idMelalui BRICS dan CEPA-UE, Pemerintah Indonesia tengah memainkan strategi diplomasi luar negeri yang hati-hati namun dinamis untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah tekanan global. Serangkaian langkah strategis dilakukan menyusul pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Paris pada 13–15 Juli 2025 lalu, di mana Prabowo juga menjadi tamu kehormatan Parade Bastille Day.

Pertemuan bilateral itu menandai penguatan hubungan strategis Indonesia–Prancis, terutama dalam modernisasi alutsista melalui pembelian pesawat tempur Rafale, kapal selam Scorpène, dan kerja sama transfer teknologi pertahanan. Dalam konteks geopolitik dan perdagangan, momen ini dianggap sebagai bagian dari manuver Indonesia dalam menyeimbangkan tekanan dari berbagai arah.

Serangkaian Terobosan Diplomatik

Kunjungan ke Prancis terjadi tak lama setelah:

  • Negosiasi tarif dengan AS, yang berhasil menurunkan ancaman bea masuk dari 32% menjadi 19% untuk sejumlah produk ekspor RI.

  • Kesepakatan CEPA dengan Uni Eropa (13 Juli 2025), yang mengakhiri negosiasi selama satu dekade dan akan memangkas mayoritas tarif atas produk Indonesia.

  • KTT BRICS di Rio de Janeiro, yang menghasilkan deklarasi bersama untuk menolak hambatan perdagangan sepihak dan mendorong reformasi WTO.

Langkah-langkah ini mencerminkan strategi “many-doors diplomacy” yang diterapkan Indonesia — menjaga keseimbangan hubungan dengan kekuatan ekonomi global tanpa memihak secara mutlak.

Risiko Geopolitik dan Ekonomi

Meski langkah diplomatik terlihat positif, sejumlah risiko tetap perlu diantisipasi. Di antaranya:

  • Tarif 19% dari AS berpotensi memangkas margin ekspor manufaktur seperti garmen dan elektronik.

  • Non-Tariff Barrier UE, termasuk aturan deforestasi dan jejak rantai pasok, bisa menghambat ekspor kelapa sawit dan kayu sebelum CEPA efektif.

  • Fragmentasi internal BRICS, terutama perbedaan sikap terhadap konflik di Ukraina dan Gaza, bisa memengaruhi soliditas kelompok.

  • Ketergantungan pada sistem senjata Prancis, yang menimbulkan risiko jika Paris menunda pasokan atau memberlakukan embargo.

Dampak Langsung ke Ekonomi Indonesia

Dalam jangka pendek, dampak ekonomi mulai terlihat:

  1. Ekspor manufaktur ke AS diperkirakan mengalami kenaikan biaya 6–8% dibanding 2024. Beberapa produsen tengah mempertimbangkan relokasi sebagian produksi ke Meksiko untuk menghindari tarif.

  2. Industri baterai dan nikel mendapat angin segar, berkat prioritas pasokan mineral ke industri hijau Eropa pasca-CEPA.

  3. Sentimen pasar positif, tercermin dari kenaikan IHSG sebesar 0,8% pasca pengumuman tarif AS.

  4. Bank Indonesia memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga demi menjaga likuiditas eksportir.

Langkah Mitigasi Pemerintah

Pemerintah telah menyusun sejumlah solusi:

  • Aktivasi forum BRICS, termasuk kemungkinan gugatan bersama ke WTO dan penguatan sistem pembayaran alternatif (BRICS Pay).

  • Percepatan implementasi CEPA-UE, dengan penekanan pada masa transisi standar deforestasi dan pertukaran akses pasar.

  • Diversifikasi mitra dagang, termasuk percepatan PTA dengan Afrika dan Amerika Latin serta harmonisasi standar dengan BRICS dan UE.

Kemitraan Strategis dengan Prancis

Hubungan erat dengan Prancis dianggap memiliki nilai strategis tinggi:

  • Menambah leverage politik Indonesia dalam negosiasi internasional.

  • Mendorong transfer teknologi industri pertahanan untuk memperkuat komponen lokal.

  • Menjadi alternatif diplomatik Barat selain AS, guna menghindari ketergantungan tunggal dan risiko “tarif politik” di masa depan.

Kesimpulan: Strategi “Bambu Lentur” Indonesia

Menghadapi tekanan global, Indonesia memilih bersikap fleksibel namun tegas. Seperti filosofi bambu, pemerintah menjaga kepentingan nasional dengan tetap lentur menghadapi badai geopolitik.

Keseimbangan antara solidaritas Selatan melalui BRICS, akses pasar melalui CEPA-UE, dan kemitraan strategis dengan Prancis menjadi kunci untuk menjadikan tekanan ekonomi hanya sebagai rintangan sementara, bukan tembok penghalang permanen.

Langkah ini diharapkan tidak hanya menjaga stabilitas ekonomi nasional, tetapi juga memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

(Dede Farhan Aulawi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Indonesia Mainkan Strategi Catur Diplomasi Hadapi BRICS dan CEPA-UE - Ruang Wawasan Cerdas | naraga.id
Menu
Cari
Bagikan
Lainnya
0%