naraga.id — Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan terkait uji materi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Selasa (24/6/2025). Perkara ini diajukan oleh Sri Hartono, seorang guru bersertifikasi pendidik, yang meminta agar batas usia pensiun guru yang saat ini ditetapkan pada usia 60 tahun ditinjau ulang.
Dalam sidang yang digelar secara daring, Sri Hartono menilai ketentuan mengenai usia pensiun tersebut tidak sejalan dengan prinsip keadilan dan meritokrasi dalam sistem Aparatur Sipil Negara (ASN). Ia menyoroti perbedaan signifikan antara usia pensiun guru dan dosen, yang menurutnya menciptakan ketimpangan dalam dunia pendidikan.
“Perbedaan batas usia pensiun antara guru dan dosen menunjukkan ketidakadilan yang tidak mencerminkan prinsip meritokrasi,” tegas Sri Hartono kepada Majelis Hakim.
Ia juga menambahkan bahwa peraturan tersebut berdampak langsung terhadap dirinya secara administratif dan psikologis. Menurutnya, guru yang masih produktif dan berpengalaman seharusnya diberi ruang untuk terus berkontribusi di dunia pendidikan, terutama di tengah minimnya jumlah tenaga pendidik di Indonesia.
“Pemerintah mengakui kekurangan guru, tetapi di sisi lain, guru yang masih sanggup dan berkualitas dipaksa pensiun lebih awal. Ini kontradiktif dengan agenda peningkatan kualitas SDM pendidikan nasional,” katanya.
Dalam permohonannya, Sri Hartono meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pasal yang mengatur usia pensiun guru dalam UU Guru dan Dosen bertentangan dengan UUD 1945 dan meminta agar batas usia tersebut diperpanjang.
Namun, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih memberikan sejumlah catatan. Ia menyatakan bahwa permohonan masih belum sesuai dengan format dan sistematika sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.
“Karena ini baru pertama kali Pak Hartono mengajukan permohonan, banyak hal yang perlu diperbaiki. Termasuk ketidakkonsistenan dalam mencantumkan pasal yang diuji,” ujar Enny.
Majelis Hakim memberi waktu selama 14 hari kepada pemohon untuk menyempurnakan dokumen permohonannya. Perbaikan tersebut harus disampaikan ke Mahkamah Konstitusi paling lambat Senin, 7 Juli 2025 pukul 12.00 WIB.
Sidang akan kembali dilanjutkan setelah permohonan dinyatakan lengkap sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
Tinggalkan Balasan