“Cewek Keren” di Film dan TV: Sosok Impian Pria, Beban Diam-Diam bagi Perempuan

By 4 hari lalu 4 menit membaca

naraga.idDalam jagat film dan serial televisi, kita kerap menemukan sosok perempuan yang tampak sempurna: lucu, santai, doyan makan banyak tapi tetap langsing, dan selalu disukai oleh teman-teman prianya. Dialah “cool girl”—karakter yang tampaknya bebas dan menyenangkan, tapi sering kali justru menyimpan lapisan problematis di balik kemasan “kekerenannya”.

Karakter seperti Robin Scherbatsky dari How I Met Your Mother adalah contoh klasiknya. Ia minum scotch, gemar menonton olahraga, anti drama, dan lebih nyaman berteman dengan pria daripada perempuan. Ia dianggap “satu geng” dengan laki-laki, tapi pada saat yang sama juga menjadi objek hasrat mereka.

Kontras dengan itu, ada sosok Elle Woods dalam Legally Blonde—seorang perempuan feminin yang suka hal-hal “girly”: warna pink, perawatan kecantikan, dan pesta. Karena citranya yang terlalu feminin, ia sempat dianggap remeh, bahkan oleh mantan pacarnya sendiri. Padahal, Elle membuktikan bahwa kecerdasan dan kemandirian tak harus bertentangan dengan ekspresi feminin.

Kedua karakter ini sama-sama kuat, tetapi hanya satu yang mendapat label “cewek keren”. Mengapa?

Dibentuk oleh Fantasi Pria

Monolog ikonik Amy Dunne dalam film Gone Girl (2014) mengungkap segalanya: “Cool girl adalah perempuan yang menyukai segala hal yang disukai laki-laki. Dia tidak pernah marah. Dia seksi. Dia santai. Dia tidak pernah menuntut.”

Istilah “cool girl” memang meledak berkat film ini, namun idenya sudah lama hadir dalam budaya pop. Gillian Flynn, penulis Gone Girl, menyebut bahwa ia menyadari keberadaan trope ini ketika menonton karakter Mary dalam There’s Something About Mary—seorang perempuan cantik, pintar, dan kebetulan menyukai semua hal yang biasanya disukai laki-laki.

Flynn pun menyadari: perempuan seperti itu tidak benar-benar ada. Mereka adalah imajinasi pria—dibentuk untuk menjadi ideal tanpa pernah menuntut imbal balik.

Maskulinitas, Feminitas, dan Peran yang Diciptakan

Ketika perempuan ditampilkan sebagai “cool girl”, mereka sering kehilangan agensi atas dirinya sendiri. Mereka tidak marah saat direndahkan, tidak terganggu dengan candaan seksis, bahkan seolah mengerti dan memaklumi segala perilaku buruk pasangannya. Mereka adalah mitos tentang perempuan “sempurna” versi patriarki.

Karakter seperti Mikaela Banes dalam Transformers atau Black Widow dalam film Marvel pun tak lepas dari hal ini. Dibalut baju ketat, difilmkan dari sudut pandang seksual, dan diberikan sedikit ruang perkembangan karakter, mereka ditampilkan lebih sebagai “aksesori” laki-laki daripada tokoh yang berdiri sendiri.

Bahkan saat seorang perempuan seperti Gracie Hart dalam Miss Congeniality akhirnya dianggap menarik, itu baru terjadi setelah ia “dipoles” agar sesuai dengan standar kecantikan konvensional. Sebelumnya? Ia dianggap lucu tapi tidak layak jadi pasangan.

Realitas yang Tak Seindah Layar

“Cool girl” bukan hanya tentang karakter. Ia adalah standar yang disisipkan diam-diam ke kepala banyak perempuan—bahwa untuk disukai, mereka harus menyukai sepak bola, minum bir, tak boleh terlalu banyak bicara tentang perasaan, dan tentu saja harus tetap menarik secara fisik. Mereka harus mengaburkan sisi emosionalnya dan tampil tanpa cela, agar dianggap layak sebagai pasangan, bukan sekadar teman.

Penulis Helen Coffey dalam The Telegraph menyebut “cool girl” sebagai fatamorgana Hollywood yang menyesatkan. Banyak perempuan, katanya, mencoba membentuk diri sesuai cetakan ini, tanpa sadar bahwa mereka sedang mengejar ilusi yang tak pernah nyata.

Sementara itu, karakter seperti Elle Woods—yang semula diremehkan karena tampil “terlalu perempuan”—justru menghadirkan gambaran yang lebih realistis tentang bagaimana menjadi perempuan kuat: tidak dengan menanggalkan feminitasnya, tetapi dengan memeluknya dan membuktikan bahwa kekuatan datang dalam berbagai bentuk.

Penutup: Siapa yang Menulis Ceritamu?

Menjadi keren tidak harus berarti meniru ideal yang dibentuk media atau memenuhi selera laki-laki. Keren bisa berarti mandiri, jujur dengan diri sendiri, dan berani menjadi berbeda. Bisa berarti feminin, bisa juga tidak. Yang jelas, tidak perlu berpura-pura untuk diterima.

Trope “cool girl” mungkin akan terus muncul di layar, tetapi di dunia nyata, perempuan tidak harus memainkannya. Waktunya menulis cerita sendiri, dengan peran utama yang tak perlu menyesuaikan diri untuk siapa pun—selain untuk dirinya sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


"Cewek Keren" di Film dan TV: Sosok Impian Pria, Beban Diam-Diam bagi Perempuan - Ruang Wawasan Cerdas | naraga.id
Menu
Cari
Bagikan
Lainnya
0%