naraga.id — Keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengubah nama Bank DKI menjadi Bank Jakarta menuai kritik dari kalangan legislatif. Anggota DPRD DKI Jakarta, Lukmanul Hakim, menilai langkah tersebut dilakukan terlalu cepat dan kurang mempertimbangkan aspek kehati-hatian, khususnya terkait rekam jejak sejarah perbankan nasional.
Menurut Lukman, perubahan nama yang diumumkan Gubernur Pramono Anung pada peringatan HUT ke-498 Kota Jakarta, Minggu (22/6/2025), seharusnya mempertimbangkan referensi masa lalu. Nama “Bank Jakarta” sebelumnya pernah digunakan oleh salah satu bank umum yang dilikuidasi pemerintah pada 1997 saat krisis moneter melanda Indonesia.
“Pemilihan nama baru seolah mengabaikan sejarah perbankan nasional, di mana nama Bank Jakarta sudah pernah dihapus dari sistem perbankan karena likuidasi. Ini ibarat membangkitkan kembali nama yang sudah tertulis di batu nisan perbankan Indonesia,” ujar Lukman dalam keterangannya, Rabu (25/6/2025).
Ia menyinggung likuidasi besar-besaran yang terjadi pada era Pakto 1988 hingga keputusan Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad yang menerbitkan SK No. 86/1997. Keputusan itu menutup 16 bank bermasalah, termasuk Bank Jakarta, karena lemahnya manajemen dan tingginya kredit bermasalah.
“Pemerintah saat itu melakukan langkah penyelamatan sistem perbankan nasional. Menggunakan kembali nama salah satu bank yang dilikuidasi, meski dalam konteks berbeda, tetap menimbulkan kesan tidak sensitif terhadap sejarah,” katanya.
Kendati demikian, Lukman memahami semangat perubahan sebagai bagian dari transformasi menuju Jakarta sebagai kota global. Dalam peluncuran yang dilakukan di Taman Literasi Blok M, Gubernur Pramono menyebut bahwa perubahan nama dan logo menjadi Bank Jakarta adalah bagian dari implementasi UU No. 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Identitas baru Bank Jakarta menggunakan logo berbentuk api Monas berwarna merah jingga, simbol semangat dan aspirasi Jakarta untuk terus maju di panggung global. Selama masa transisi, identitas baru akan digunakan berdampingan dengan nama dan logo sebelumnya guna menjaga stabilitas pelayanan terhadap nasabah dan mitra.
Meski begitu, Lukman mengusulkan agar Pemprov DKI mempertimbangkan kembali nama alternatif yang tidak memiliki kaitan historis negatif di sektor keuangan nasional. Ia menyebut, masih ada ruang untuk memilih nama yang lebih netral dan menggambarkan semangat baru Jakarta.
“Kalau memang sudah final, tentu kita hormati dan dukung. Tapi kalau masih ada celah untuk mempertimbangkan ulang, saya rasa itu akan lebih bijak,” tutup Lukman, yang juga anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta.
Perubahan nama ini diharapkan tak hanya menjadi simbol, tetapi juga membawa peningkatan layanan dan daya saing Bank DKI di era baru, seiring dengan perubahan status Jakarta pasca-berlakunya Undang-Undang Daerah Khusus.
Tinggalkan Balasan