naraga.id – Kasus penjualan lebih dari 2.500 konten pornografi anak yang melibatkan seorang pemuda berinisial ASF kembali menggugah perhatian publik dan parlemen. Menyikapi kejahatan ini, Anggota Komisi III DPR RI, Abduh, mendorong aparat penegak hukum untuk menjerat pelaku dengan hukuman paling berat sesuai peraturan yang berlaku.
“Ini bukan pelanggaran ringan. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya. Jumlah konten mencapai ribuan, berlangsung dalam periode yang lama, dan melibatkan banyak anak yang menjadi korban,” tegas Abduh, Sabtu (14/6/2025).
Menurut politisi Fraksi PKB itu, kejahatan semacam ini kerap dilakukan secara sistematis dan melibatkan jaringan lintas wilayah, bahkan internasional. Oleh sebab itu, pengusutan kasus harus dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan kerja sama lintas negara.
“Penjualan konten ini jelas mengindikasikan kejahatan terorganisir. Kita tidak bisa hanya menangkap pelaku lapangan, tapi harus menelusuri siapa saja yang terlibat dalam jaringan tersebut. Kepolisian perlu membangun kerja sama dengan lembaga dan pihak luar negeri,” jelasnya.
Abduh juga menekankan bahwa korban dalam kasus ini adalah anak-anak yang memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang tanpa trauma. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk tidak hanya fokus pada proses hukum, tetapi juga memperhatikan pemulihan psikologis para korban.
“Saya mendesak agar pihak kepolisian, Komnas Anak, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak segera melakukan intervensi pemulihan. Ini sangat penting agar anak-anak tidak terus dibayangi trauma hingga dewasa,” tambah legislator dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah VI itu.
Ia mengutip data National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) tahun 2022 yang menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat keempat dunia dalam kasus pornografi anak secara daring. Data ini, menurut Abduh, menjadi alarm serius bahwa Indonesia tengah menghadapi situasi darurat dalam perlindungan anak di ruang digital.
“Ini harus menjadi peringatan keras bagi kita semua. Indonesia sedang menghadapi darurat pornografi anak. Perlu langkah konkret dan tegas, bukan hanya di aspek penindakan tapi juga pencegahan,” ujarnya.
Abduh juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap penyebaran konten sensitif di berbagai platform digital. Ia menilai penguatan sistem pengawasan konten, kerja sama dengan platform digital, serta peningkatan literasi digital di kalangan anak dan orang tua menjadi keharusan.
“Kominfo, kepolisian, dan pihak platform harus meningkatkan sistem deteksi konten berbahaya. Penyaringan konten harus lebih ketat agar materi pornografi, apalagi yang melibatkan anak, tidak tersebar luas,” ujar Abduh.
Tak hanya itu, Abduh menilai edukasi literasi digital perlu digencarkan untuk membangun ketahanan masyarakat, khususnya anak-anak dan orang tua, terhadap paparan konten berbahaya.
“Anak-anak dan keluarga perlu dibekali pemahaman tentang risiko dunia digital. Literasi digital bukan hanya soal penggunaan teknologi, tapi juga pemahaman etika, perlindungan diri, dan kemampuan melaporkan jika menemukan konten mencurigakan,” jelasnya.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa semua pihak, mulai dari aparat, kementerian, lembaga pengawas anak, hingga masyarakat luas, harus bersinergi menangani isu pornografi anak secara serius dan berkelanjutan.
“Kasus ini bukan yang pertama, dan jika kita tidak menanganinya dengan serius, bukan tidak mungkin akan terus berulang. Keamanan anak-anak kita di ruang digital adalah tanggung jawab kita bersama,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan