naraga.id – Sebuah kapal bantuan kemanusiaan bernama Madleen resmi berlayar dari pelabuhan Catania, Italia, pada Minggu (1/6/2025), menuju Jalur Gaza. Kapal ini merupakan bagian dari misi yang diorganisir oleh Freedom Flotilla Coalition (FFC), sebuah organisasi internasional yang menentang blokade Israel atas wilayah tersebut.
Di antara para relawan yang turut serta, terdapat aktivis lingkungan Greta Thunberg dan aktor asal Irlandia, Liam Cunningham—yang dikenal lewat perannya dalam serial Game of Thrones. Keduanya membawa pasokan bantuan terbatas namun dianggap memiliki nilai simbolik penting untuk menunjukkan solidaritas terhadap warga Gaza.
Misi ini diluncurkan kembali setelah upaya sebelumnya dihentikan menyusul serangan terhadap kapal lain milik FFC, Conscience, yang disasar oleh dua drone di perairan internasional dekat Malta awal Mei lalu. FFC menuding Israel berada di balik serangan itu, meski hingga kini belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Israel.
“Kami hadir di sini karena ketika kita berhenti mencoba, kita kehilangan sisi kemanusiaan kita,” ujar Thunberg dalam konferensi pers sebelum keberangkatan. Ia juga menyebut bahwa risiko yang mereka hadapi di laut tak sebanding dengan penderitaan warga Gaza yang kini berada dalam kondisi yang ia sebut sebagai “genosida yang diabaikan dunia.”
FFC menyatakan bahwa pelayaran ini bukan sekadar misi bantuan, melainkan bentuk aksi langsung yang damai untuk menentang blokade yang mereka anggap ilegal dan tidak berperikemanusiaan. “Ini bukan amal. Ini perlawanan tanpa kekerasan,” tulis FFC dalam pernyataannya.
Kondisi di Gaza saat ini digambarkan oleh PBB sebagai yang paling buruk sejak pecahnya konflik antara Israel dan Hamas 19 bulan lalu. Meskipun Israel telah membuka jalur bantuan lebih luas di tengah tekanan internasional, sistem distribusinya kini dikontrol oleh lembaga baru bernama Gaza Humanitarian Foundation (GHF), yang dibentuk dengan dukungan dari Israel dan Amerika Serikat.
Namun, lembaga-lembaga bantuan internasional dan PBB menolak bekerja sama dengan GHF. Menurut mereka, sistem distribusi yang diatur melalui pusat logistik militer Israel melanggar prinsip dasar kemanusiaan: netralitas, imparsialitas, dan independensi.
“Kami sudah lama memperingatkan bahwa menjadikan bantuan sebagai alat politik hanya akan memperparah penderitaan,” ujar Jens Laerke dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA). Ia menekankan bahwa bantuan harus diberikan berdasarkan kebutuhan, bukan syarat atau kepentingan politik.
Tinggalkan Balasan