naraga.id — Dalam sebuah diskusi informal di pusat kerajinan Tasikmalaya, pemerhati keamanan dan pertahanan, Dede Farhan Aulawi, memberikan pandangan mendalam mengenai upaya modernisasi kekuatan maritim Indonesia. Ia menekankan perlunya integrasi sistem pertahanan berbasis teknologi mutakhir, sambil tetap mempertahankan aset tradisional.
Sinergi Strategis Multi-Aktor
Dede membuka pembicaraan dengan menyoroti pentingnya sinergi antara pemerintah, sektor industri pertahanan, akademisi, dan media. Kesatuan gerak antarpihak ini, menurutnya, jadi tulang punggung sistem pertahanan nasional yang adaptif, efisien, dan berdaya tahan tinggi.
Forward Defence dan Multi-Domain Integration
Lebih lanjut, ia menyoroti urgensi memperkuat strategi “forward defence” ala konsep Air Sea Battle, yakni pertahanan terpadu udara dan laut untuk menangkis ancaman access‑denial. Namun, Dede mencatat tantangan Indonesia yang belum punya pengalaman proyeksi militer luar negeri seperti operasi strategis serupa era lampau.
Transformasi Holding Industri Pertahanan (Defend ID)
Dalam perspektif penguatan industri pertahanan, Dede menyebut model Holding BUMN Defend ID sangat relevan sebagai elemen strategi nasional dalam memenuhi kebutuhan alutsista secara mandiri dan berkelanjutan. Holding Defend ID, yang terdiri atas PT Len, Pindad, Dirgantara, PAL, dan Dahana, diharapkan mendukung integrasi antarmattra TNI serta memperkuat TKDN.
Era Medan Pertempuran Lintas Dimensi
Perkembangan ancaman modern yang simultan di darat, laut, udara, siber, dan ruang angkasa menuntut integrasi lintas medan (Multi-Domain Integration). Teknologi seperti AI, drone, big data, dan sistem otomatis, menurut Dede, wajib diutamakan untuk mempercepat pengambilan keputusan saat krisis dan memperkuat kewaspadaan pertahanan. Strategi ini juga jadi benteng menghadapi ancaman seperti rudal hipersonik dan serangan siber intensif.
Tantangan Kebijakan dan Geopolitik
Tak lupa, Dede mengingatkan bahwa perumusan kebijakan pertahanan nasional tak bisa terlepas dari dinamika geopolitik regional dan global. Menunggu musuh masuk hingga wilayah teritorial bukan lagi opsi aman di era kini. Riset, dukungan industri dalam negeri, dan kebijakan luar negeri yang jelas menjadi prasyarat membangun sistem pertahanan depan yang kuat.
Tinggalkan Balasan