Rekaman Musik Tradisional Nias Kembali Pulang Setelah 95 Tahun

By 2 minggu lalu 3 menit membaca

naraga.idWarisan budaya Nias kembali mendapatkan sorotan saat arsip suara berusia hampir satu abad dikembalikan ke tanah asalnya. Dr. Barbara Titus, etnomusikolog dari Universitas Amsterdam, menyerahkan rekaman audio dan visual hasil dokumentasi Jaap Kunst tahun 1930 ke Desa Hilisimaetano, Nias Selatan, dalam kunjungannya pada 25 Juni–9 Juli 2025.

Barbara Titus merupakan kurator arsip Jaap Kunst, pionir etnomusikologi yang sempat mendokumentasikan musik dan budaya lokal Nias saat masa kolonial. Dokumentasi tersebut mencakup rekaman suara pada silinder lilin, foto, film bisu, dan catatan etnografi yang menjadi dasar buku Music in Nias (1939), salah satu referensi utama studi budaya Nias.

Dalam kuliah umum bertajuk “Suara yang Pulang” di Hilisimaetano (29/6), Barbara menekankan pentingnya repatriasi arsip budaya sebagai bagian dari upaya dekolonisasi. “Arsip ini bukan sekadar koleksi akademik, tapi jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan identitas budaya hari ini,” katanya.

Gagasan repatriasi arsip ini berawal dari inisiatif Doni Kristian Dachi, peneliti asal Nias, yang menghubungi Barbara setelah membaca laporan repatriasi serupa di NTT. Gayung bersambut, Barbara dan rekannya, komposer serta peneliti musik Rani Jambak, datang langsung ke Nias untuk menyerahkan arsip yang telah direstorasi secara digital dengan teknologi kecerdasan buatan.

Selama di Nias, Barbara dan Rani menyatu dengan kehidupan lokal, tinggal di rumah adat yang difungsikan sebagai homestay, serta menghadiri berbagai kegiatan budaya seperti musyawarah adat Orahu dan upacara pengukuhan tokoh adat. Momen paling mengharukan terjadi ketika warga menyanyikan kembali Hoho, lagu-lagu tradisional yang direkam Jaap Kunst 95 tahun lalu. “Mendengar generasi sekarang menyambut rekaman leluhur mereka dengan suara mereka sendiri adalah pengalaman yang luar biasa,” kata Rani.

Penyerahan arsip puncaknya dilakukan dalam format flashdisk, diserahkan langsung kepada keluarga pelaku Hoho tahun 1930, termasuk kepada Rawatan Dachi, cucu dari Duada Jofu yang suaranya terekam dalam dokumentasi asli.

Acara berlanjut ke Universitas Nias Raya dengan diskusi bertema “Warisan Budaya Nias Tak Benda”, membahas pentingnya pelindungan dan pemanfaatan arsip budaya dalam pendidikan, pariwisata, hingga konten digital. Rektor Dr. Martiman Suaizisiwa menekankan bahwa banyak dokumen penting budaya Nias selama ini justru tersimpan di luar negeri.

Program ini menjadi simbol penting bahwa warisan budaya tak hanya bisa dikembalikan secara fisik, tetapi juga diberi makna baru oleh masyarakat sumbernya. “Pertanyaannya bukan hanya arsip ini kembali, tapi bagaimana kita menghidupkannya kembali,” kata Anggraeni Dachi, Kepala Dinas Kebudayaan Nias Selatan.

Penampilan terakhir Hoho di rumah tempat rekaman asli dibuat menutup rangkaian acara penuh emosi. Kunjungan Barbara dan Rani dijadwalkan berlanjut ke beberapa desa lain yang juga pernah dikunjungi Jaap Kunst.

Repatriasi ini menjadi bukti bahwa pelestarian budaya bukan semata tugas lembaga besar, tetapi dapat tumbuh dari inisiatif lokal yang berakar kuat di komunitas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Rekaman Musik Tradisional Nias Kembali Pulang Setelah 95 Tahun - Ruang Wawasan Cerdas | naraga.id
Menu
Cari
Bagikan
Lainnya
0%