
naraga.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memulai perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan penguatan tipis 0,18 persen ke posisi 8.107,38 pada Rabu (29/10/2025). Namun, setelah pembukaan, indeks kembali bergerak fluktuatif dan sempat turun ke zona negatif.
Pada sesi perdagangan sebelumnya, Selasa (28/10/2025), IHSG ditutup melemah 0,30 persen di level 8.092,63. Ekonom Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, menilai volatilitas pasar masih cukup tinggi, terutama akibat sentimen perubahan metodologi perhitungan free float oleh MSCI yang memengaruhi saham-saham di Indonesia.
“Perubahan metodologi MSCI ini menjadi salah satu faktor yang menimbulkan ketidakpastian. Dampaknya masih terasa terhadap pergerakan IHSG, khususnya pada arus modal asing,” ujar Rully.
Ia mencatat, investor asing mencatatkan net outflow atau aliran modal keluar sebesar Rp1,4 triliun dalam perdagangan kemarin. Menurutnya, jika tekanan dari sentimen MSCI terus berlanjut, maka potensi tekanan terhadap IHSG masih terbuka dalam jangka pendek.
Selain faktor eksternal, pasar juga tengah menantikan laporan kinerja keuangan emiten kuartal ketiga tahun ini. Beberapa perusahaan mencatat hasil yang beragam. Salah satunya adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang mengalami penurunan kinerja akibat penghentian sementara operasi tambang Grasberg.
Sementara itu, berdasarkan data BNI Sekuritas, saham-saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing pada perdagangan Selasa meliputi BBRI, BMRI, DSSA, AMMN, dan ASII.
Head of Retail Research BNI Sekuritas, Fanny Suherman, memperkirakan peluang pemulihan indeks masih terbuka setelah dua hari terakhir IHSG menguji level support kuat di kisaran 8.000.
“IHSG berpotensi mengalami technical rebound hari ini, dengan rentang support di 7.950–8.000 dan resistance di 8.150–8.200,” kata Fanny.
Dengan kondisi pasar yang masih sensitif terhadap sentimen global dan laporan keuangan emiten, pelaku pasar diimbau untuk tetap berhati-hati dalam mengambil posisi, terutama di sektor-sektor yang berisiko tinggi terhadap perubahan kebijakan indeks global seperti MSCI.
Tinggalkan Balasan