
Oleh: Dede Farhan Aulawi
naraga.id – Selama berabad-abad, kapitalisme telah menjadi fondasi utama bagi sistem ekonomi global. Dibangun di atas prinsip kepemilikan individu atas alat produksi dan mekanisme pasar bebas, sistem ini telah melahirkan lonjakan inovasi serta pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Namun di balik kilau keberhasilannya, kapitalisme menyimpan kontradiksi internal yang mengancam stabilitas jangka panjangnya. Sejumlah pemikir ekonomi dan sosial menilai bahwa, seperti sistem lain dalam sejarah manusia, kapitalisme pun memiliki masa berlaku yang tidak kekal. Tanda-tanda keruntuhannya bahkan mulai terlihat dari berbagai sisi.
Salah satu kritik utama terhadap kapitalisme adalah kecenderungannya menciptakan kesenjangan ekonomi yang terus melebar. Dalam sistem ini, kepemilikan modal menjadi kunci utama akumulasi kekayaan, yang cenderung terpusat di tangan segelintir orang. Ketimpangan ini bukan hanya menimbulkan ketidakadilan, tetapi juga merusak daya beli mayoritas masyarakat. Ketika konsumsi publik melemah, roda ekonomi pun mulai tersendat, menciptakan potensi krisis yang terus berulang.
Karakteristik lain dari kapitalisme adalah sifatnya yang fluktuatif—periode ekspansi diikuti oleh kontraksi. Sejarah mencatat peristiwa seperti Depresi Besar 1929 dan krisis keuangan global 2008 sebagai contoh nyata dari kegagalan pasar mengatur dirinya sendiri. Ketika sistem tidak memiliki penyangga yang kuat untuk mencegah spekulasi dan gelembung aset, krisis pun tak terelakkan. Ketergantungan pada mekanisme pasar semata justru bisa mempercepat keruntuhan sistem ketika berhadapan dengan guncangan besar.
Kapitalisme mengandalkan pertumbuhan yang terus-menerus, sering kali dengan mengabaikan keterbatasan sumber daya alam. Eksploitasi berlebihan tanpa memperhitungkan dampak ekologis telah memperparah krisis iklim, menghancurkan ekosistem, dan mendorong kepunahan spesies secara masif. Ketidakmampuan sistem ini untuk menghargai nilai lingkungan secara menyeluruh menjadikannya rapuh di hadapan tantangan keberlanjutan global.
Ketimpangan ekonomi dan kerusakan lingkungan tidak berdiri sendiri. Keduanya saling bersinggungan dalam menciptakan keresahan sosial dan ketidakstabilan politik. Ketika masyarakat merasa tidak mendapatkan keadilan dan kesejahteraan, kepercayaan terhadap institusi dan sistem ekonomi mulai goyah. Gelombang protes, konflik horizontal, dan krisis legitimasi pemerintah menjadi cerminan dari sistem yang gagal merespons kebutuhan masyarakat luas.
Meskipun kapitalisme telah menjadi motor utama kemajuan selama ini, kompleksitas tantangan yang dihadapi menuntut refleksi dan evaluasi mendalam. Prediksi runtuhnya kapitalisme bukan sekadar wacana pesimistis, melainkan sebuah ajakan untuk menata ulang sistem ekonomi global agar lebih berkeadilan, berkelanjutan, dan inklusif. Masa depan mungkin menuntut hadirnya model ekonomi baru yang mampu menjawab kebutuhan umat manusia secara lebih menyeluruh—bukan hanya berdasarkan keuntungan, tetapi juga keberlangsungan dan kesejahteraan bersama.
Tinggalkan Balasan